(Jakarta) Kalau mau jujur sebenarnya kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai BBM bikin rakyat jadi bingung. Pasalnya, subsidi BBM yang rencana akan distop pemerintah dengan menaikkan harga BBM dinilai masyarakat sangat memberatkan. Sementara pemerintah sendiri menyatakan sudah tidak sanggup lagi menanggung beban subsidi BBM yang telah memoroti kas negara bertahun-tahun dengan nilai trilyunan rupiah pertahunnya.
Pemerintah menyebutnya sebagai kerugian negara, lalu ditambah embel-embel sedikit, katanya dengan mencabut subsidi pemerintah akan mengalokasikan dana subsidi tersebut untuk orang miskin. Coba ingat, dulu hal yang sama juga pernah terjadi di tahun 2008. Ketika SBY berteriak keras soal kenaikan harga minyak mentah dunia hingga menyebabkan kerugian negara akibat beban subsidi BBM. Teriakan SBY tidak ‘single’, namun dibarengi dengan pembelaan terhadap ‘wong cilik’. Trik cerdas untuk mendapat dukungan penuh dan kepercayaan dari rakyat Indonesia. Pada akhirnya pemerintahan SBY gencar mempropa-gandakan subsidi silang untuk orang miskin agar kenaikan BBM dapat berjalan mulus sesuai rencana sekaligus menghindari kontra rakyat.
Konteks bantuan yang pernah ramai dibicarakan itu belum hilang dari ingatan kita. Bantuan Langsung Tunai atau disingkat BLT pernah jadi tren topik yang digambarkan sebagai ‘hero’ bagi rakyat miskin. Persis seperti sekarang ini, proyek BLT itu muncul bersamaan dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Entah akan diberi nama apa bantuan kali ini oleh pemerintah SBY. Namun bukan tidak mungkin jika kali ini ternyata SBY masih menggunakan istilah BLT “tempoe doeloe” nya yang konon pernah sangat menyakiti hati rakyat, khususnya rakyat miskin yang memang berharap BLT menjadi bukti, bukan mimpi.
Kebutuhan masyarakat akan BBM dari waktu ke waktu semakin meningkat pesat. Pemerintah menyerah jika harus terus menanggung subsidi BBM. Angka kerugian dibuat sedemikian fantastis. Dan pemerintah mendesak harga BBM dinaikkan untuk menghindari kebangkrutan RI. Ini semacam momok yang menakutkan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada seorang patriotisme yang menginginkan negerinya hancur. Hati rakyat akhirnya melemah, dan mereka lagi-lagi harus rela korbankan beberapa ribu rupiah untuk menyelamatkan negara RI. Padahal yang harus duduk dibarisan depan sebagai penyelamat RI adalah pemerintah, bukan rakyatnya.
Negara ibarat perusahaan. Baik negara maupun perusahaan, sepertinya masing-masing tidak ada yang menginginkan kerugian. Jika rugi jauh-jauh hari harus dikabarkan. Jangan setelah angka sudah berada di ratusan Trilyun baru dihebohkan. Jika kabarnya demikian, lagi-lagi rakyat yang ditumbalkan. Berapa ribu rupiah lagi yang harus dikorbankan rakyat Indonesia pada setiap liter BBM?
Program BLT tahun 2008 lalu sebenarnya masih jadi tanda tanya besar bagi rakyat. Logika sebuah program dan logika pendistribusian BLT. Dari program BLT sendiri, sistemnya menaikkan harga BBM dari rakyat yang sisihannya dikembalikan untuk rakyat. Apa sistem itu tidak serupa dengan sebuah ember bocor yang atasnya diisi oleh air kran? Ember tidak penuh sementara air kran terus mengalir. Lalu bagaimana dengan pendistribusian BLT. Kenaikan harga BBM rasanya tidak berlangsung selama 2 atau 3 hari, tapi terus berkelanjutan selama bertahun-tahun. Dalam sehari saja jika 1 liter BBM memiliki selisih seribu rupiah maka berapa puluh juta liter BBM yang terjual setiap harinya. Berapa jika dikalikan seminggu? Dan berapa jika dikalikan sebulan? Lalu berapa jika dikalikan setahun? Berapa tahun sejak 2008 hingga sekarang? Beberapa bulan setelah kenaikan BBM 2008 tanpa disadari rakyat karena riuh berita-berita pengalihan isu, cerita BLT sudah jauh-jauh hari menguap hilang entah kemana.
Kini pemerintah masih menggunakan jurus yang mirip-mirip jurus lama saat harga BBM kembali ingin dinaikkan. Kebutuhan BBM meningkat, katanya. Alokasi dana negara untuk subsidi BBM sudah kelebihan budget. Jika dibiarkan negara RI bisa terkapar alias pailit. Arah tujuan alasan pemerintah sudah terbaca secara transparan. Rakyat tidak pernah memancing di air keruh. Rakyat tidak pernah memaksa pemerintah untuk membanjiri jalan-jalan dengan kendaraan. Pemerintah yang tidak membatasi produksinya, malah justru mendukung semua produsen memproduksi sebanyak-banyaknya kendaraan untuk menghabiskan persediaan BBM dari perut bumi Indonesia. Dan pada akhirnya, fakta yang didapat adalah, hanya berharap memperoleh pendapatan beberapa rupiah dari setiap kendaraan yang laku terjual, pemerintah rela menggadaikan sebuah negara berikut isinya.